Bagaimana Mau Mulai Bisnis Kalau Tidak Bisa Berjualan?
Kalau di tanya apa yang paling berat dirasakan ketika memulai usaha, maka saya akan langsung jawab, berjualan. Padahal, bagaimana mau mulai bisnis kalau tidak bisa berjualan?
Tapi memang benar, seandainya berbisnis itu bisa dijalani tanpa berjualan, maka saya akan memilih itu. Tapi sayangnya tidak bisa.
Dulu saya pernah ditawarkan teman mengikuti sebuah program Multi Level Marketing (MLM), tapi saya tidak berhasil merekrut satu orangpun. Pernah juga saya dan teman-teman kuliah mencoba berjualan Nasi Uduk di Gelora Bung Karno. Niatnya supaya orang yang berolahraga membelinya untuk sarapan, tapi akhirnya malah kami yang menghabiskan Nasi Uduknya
Waktu pertama kali berpikir untuk memulai bisnis, tidak pernah terbayangkan kalau saya benar benar harus berjualan. Bayangan saya waktu itu adalah bisnis bisa berjalan sambil mengurus anak. Selain itu, saya juga ingin tantangan baru, karena selama ini terlalu nyaman bekerja full time.
Akhirnya saya memulai bisnis, sekitar enam tahun silam. Awalnya masih senang-senang saja. Membuat akun media sosial, merancang web, membuat iklan dan desain promosi lewat media sosial. Sampai akhirnya saya menemukan bahwa sepertinya saya harus turun langsung berjualan. Ya, memang waktu itu belum ada iklan media sosial berbayar, yang membuat promosi kita bisa menjangkau orang banyak.
Tapi sekalipun ada, tetap saja sebagai pemain baru kita perlu validasi pasar yang membuat orang percaya dan bahkan akhirnya jadi langganan.Kalau tidak begitu, penjualan tidak akan maksimal. Apalagi saya menjual jasa wisata, harus uji coba dulu untuk bisa memastikan pelayanan di lapangan berjalan lancar.
Nah, inilah yang saya anggap mengerikan. Saya harus berjualan dulu ke orang yang saya kenal, yaitu teman atau saudara. Supaya bisa tes pasar dan mereka bisa rekomendasi lagi ke teman-temannya. Aduh, pikir saya dalam hati. Bagaimana kalau ditolak? Atau mereka terpaksa membeli karena merasa tidak enak? malah akhirnya jadi saya yang merasa tidak enak. Saya memang orang yang takut ditolak dan di-judge. Istilah sekarang, 'baperan.'
Akhirnya saya bisa melewatinya, tentu dengan memasang muka setebal mungkin. Mulai dari bercerita setiap bertemu dengan teman, membagikan kartu nama, hingga menggirim pesan siaran (broadcast) di aplikasi hijau. Setiap mau melakukan broadcast rasanya tegang, takut orang yang saya kirim pesan tidak berkenan. Makanya kalau ada yang membalas pesan tersebut saya senang sekali, malah akhirnya bisa mengobrol dan silaturahim
Ya semenjak pandemi ini saya sering sekali berjualan dan mengirimkan pesan broadcast ke teman-teman, klien lama dan saudara. Dalam hati tentu saya sangat sungkan, kesannya hanya menghubungi mereka kalau ada perlunya. Tapi di satu sisi saya perlu berjualan, supaya bisnis lancar dan ada pemasukan.
Namun sekali lagi, Tuhan Maha Baik. Teman-teman dan saudara sayalah yang membuat bisnis kami berjalan dan semakin kuat. Dukungan mereka mulai dari pembelian, rekomendasi ke teman-teman, hingga masukan yang sangat bagus yang akhirnta kami pakai dan membuat kualitas serta pelayanan menjadi lebih baik.
Terkait masukan, saya juga orang yang dulunya mudah sakit hari kalau diberi kritik. Namun seiring perjalanan waktu, apalagi bergelut di bidang jasa, saya menjadi lebih 'bold' atau istilah jawanya 'kendel'. Kritik dan masukan akhirnya saya terima dengan lapang dada sebagai bahan pembelajaran.
Berjualan adalah sebuah seni. Bisa jadi menakutkan, tapi bisa juga mengasyikan. Saya perlu belajar banyak sama pedagang-pedagang senior yang begitu menikmati bidangnya yaitu berjualan. Perlu diingat, ditolak atau didiamkan itu biasa. Kuncinya hanyalah fokus kepada yang berhasil terjual, dibanding yang tidak berhasil terjual.
Lambat laun saya jadi menyadari, kalau saya itu orangnya suka mengobrol. Jadi alih-alih berjualan saya lebih suka mengajak calon customer mengobrol. Kalau dia akhirnya membeli, alhamdulillah. Tapi kalau dia tidak jadi membeli, paling tidak jadi punya teman bercerita.
0 Komentar
Post a Comment