-->

Pengertian KPR Tanpa Bank


cungkring.com : Jika kita ingin membeli rumah secara cicilan,  biasanya kita membeli rumah melalui bank, produknya dikenal dengan istilah KPR yang merupakan singkatan dari Kredit Pemilikan Rumah.

KPR merupakan salah satu jenis produk pembiayaan konsumer alias pembiayaan non produktif atau non bisnis.  Meskipun ada juga KPR yang dikategorikan sebagai produk KPR bisnis yaitu untuk KPR dengan objek berupa bangunan komersil seperti ruko dan rukan.

KPR biasanya bertenor panjang, antara 5 sd 20 tahun masa cicilan, semakin panjang tenor KPR maka semakin kecil besaran cicilannya, meski sebenarnya marjin bank nya akan semakin besar jumlahnya.

Untuk memperoleh fasilitas KPR, debitur harus menyediakan uang muka antara 10-30%, besaran uang muka akan sangat tergantung pada besaran penghasilan debitur, tipe luasan rumah, jumlah fasilutas kpr sebelumnya, dan kebijakan loan to value (ltv) bank pemberi KPR nya itu sendiri.

Bagi bank KPR sendiri masuk kedalam portfolio secured loan alias pinjaman aman karena memiliki agunan fixed asset berupa tanah dan bangunan.  Karena masuk kelompok secured loan, bobot resiko KPR termasuk rendah dibandingkan pembiayaan kelompok lainnya.  Jika bobot resiko pembiayaan lainnya 100%, maka bobot KPR hanya 30%.

Bobot resiko yang rendah mengakibatkan KPR menjadi target market yang hampir dikejar oleh banyak perbankan di Indonesia.  Bobot resiko akan berpengaruh terhadap perhitungan rasio kecukupan modal.  Semakin kecil bobot resiko, maka semakin hemat permodalan minimum yang harus disediakan oleh perbankan. 

Dengan kata lain, KPR tidak boros dari sisi permodalan dibandingkan portfolio lain yang bobot resikonya lebih besar.

Disamping bobot resiko yang rendah, KPR juga dapat mendorong pertumbuhan bersih pembiayaan bank semakin stabil dan mudah dijaga, karena pembiayaan KPR yang bertenor panjang, mengakibatkan penurun pokok pembiayaan menjadi rendah, apalagi jika bank menerapkan kebijakan angsuran efektif, dimana angsuran porsi pokok kecil diawal dan besar diakhir.

Disamping kelebihan kelebihan KPR diatas, KPR memiliki resiko mismatch dari sisi sumber pembiayaan atau dana pihak ketiga, karena hampir semua bank memiliki DPK berjangka pendek, tenor deposito terpanjang adalah 12 bulan, sementara sumber dana jangka pendek tersebut harus dicemplungkan ke dalam KPR yang bertenor hingga 20 tahun.

Dapat dipastikan, bank bank yang memiliki portfolio KPR secara dominan akan mwmerlukan sumber pendanaan jangka panjang, jika tidak, maka bank menghadapi resiko likuiditas akibat mismatch pendanaan dan pembiayaan.  Untuk mengatasi resiko ini, beberapa bank pemberi KPR melakukan strategi pendanaan melalui sekuritisasi aset kPR.

Kembali pada temanya, KPR tanpa  bank beberapa tahun belakangan mulai ramai, sederhananya sih beli rumah nyicil ke developernya  itu sendiri.

Satu sisi KPR tanpa bank ini cukup memberi alternatif bagi yang sulit mengakses produk KPR bank, karena secara persyaratan pastinya jauh lebih lunak, kalo secara harga bisa jadi lebih mahal.

KPR tanpa bank juga menjadi alternatif bagi yang masih berkeyakinan bahwa transaksi bank mengandung riba.

Akan tetapi beberapa hal harus dicermati karena KPR tanpa bank pada umumnya memiliki beberapa kelemahan mendasar pada aspek legal yang melemahkan posisi pembeli rumah KPR.

Misalnya pada saat akad awal, jika KPR bank menggunakan AJB maka di KPR tanpa bank menggunakan akad PPJB.

Akad AJB akan diikuti mekanisme balik nama ke atas nama pembeli, serta kemudian dipasang Akte pengikatan hak tanggungan atas SHM/SHGB untuk kepentingan bank.  Sementara Akad PPJB tidak diikuti mekanisme baliknama sertifikat kepemilikan ke atas nama pembeli.

Proses legal diatas menjadi penting ketika terjadi kematian pada pihak developer, maka hak kepemilikan harus turun waris kepada ahli waris developer dan jika ahli warisnya banyak, maka pembeli akan berhadspan dengan beragam model ahli waris yang pemikirannya beragam.  Ada potensi resiko legal dibagian ini akibat turun waris.

Legalitas tanah dan perijinan perumahan juga jadi isu lain, karena tidak ada pihak yang berkepentingan memastikanya, kecuali pembelinya sendiri.  Misalnya apakah tanah lokasi pembangunan sudah dikuasai oleh developer secara penuh atau belum?  Apakah lokasi perumahan telah memiliķi perijinan operasional atau belum? 

Kebayangkan jika KPR dilakukan tanpa bank, pembelinya harus memeriksa dokumen legal pertanahan dan dokumen perijinan perumahan itu sendiri.  jika pun diinformasikan, tidak semua pembeli memgerti dokumen apa saja yang harus dipastikan.

selain hal hal diatas, penata administrasian KPR non bank juga salah satu sumber resiko dispute, karena pembayaran cicilan puluhan tahun dan penyimpanan dokumen legal harus ditata kelola secara rapi.  Bank memiliki ketertiban administrasi itu, sementara KPR tanpa bank perlu dicermati, karena administrasi yang tidak rapi akan menjadi sumber masalah dikemudian hari.

Maka tidak heran, banyak KPR tanpa bank yang gagal memenuhi janji karena aspek legal, dan aspek operasional karena minimnya pengawasan dari para pihak terutama kreditur KPR yang amat berkepentingan terhadap objek KPR yang menjadi jaminan.

KPR tanpa bank berpotensi kuat menjadi ghoror alias transaksi spekulatif, jika aspek legal dan operasional tidak terpenuhi.  Misalnya tanah belum dikuasai, atau ijin operasioanl perumahan belum ada, tetapi penjualan terus dilakukan dengan akad PPJB.

Buat yang lagi nyari kPR tanpa bank, banyak banyak cari refrensi hal hal diatas, agar bisa memastikan sendiri aspek legal dan perijinan atas objek KPR, pastikan terhindar dari transaksi spekulatif atau horor akibat objek yang kita beli belum memenuhi aspek legal dan operasionalnya.

0 Komentar

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel