-->

Rukun Islam Keempat : Puasa Ramadhan


 
Pengertian Puasa Ramadhan
Puasa ramadhan termasuk salah satu rukun Islam. Puasa ramadhan hukumnya wajib berdasar dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah serta ijma’ kaum muslimin. Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS al Baqarah: 183)

Definisi puasa secara bahasa artinya menahan. Secara istilah syara’ puasa adalah ibadah kepada Allah ta’ala dengan menahan diri dari makan, minum, dan segala sesuatu yang membatalkannya sejak terbit fajar sampai terbenam matahari [Syarhul Mumti’, 6/298].
Diwajibkan berpuasa jika diketahui telah masuk bulan Ramadhan baik karena melihat hilal maupun menggenapkan bulan Sya’ban.

Keutamaan dan Hikmah puasa
Abu Hurairah rodhiyallohu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Barangsiapa yang berpuasa di bulan Romadhon karena iman dan mengharap pahala dari Alloh maka dosanya di masa lalu pasti diampuni [HR Bukhori (1901), Muslim (760)].
Diantara hikmah disyariatkannya puasa adalah ia mensucikan dan membersihkan jiwa dari segala kotoran dan dari akhlak-akhlak yang tercela. Puasa mempersempit jalan-jalan syaitan dalam tubuh manusia. Dalam puasa juga terkadung zuhud terhadap dunia dan segala syahwat yang ada didalamnya. Sebaliknya ia memperkuat semangat mengejar akhirat.

Golongan Manusia Ditinjau dari Kewajiban Puasa
1.        Golongan yang wajib menjalankan puasa di bulan Ramadhan: yaitu setiap muslim yang sehat dan mukim kecuali wanita yang haidh dan nifas.
2.        Golongan yang diperintahakan untuk menqadha: yaitu wanita haidh, nifas, dan orang yang sakit yang tidak mampu berpuasa.
3.        Boleh memilih antara puasa dan qadha: yaitu orang yang safar dan sakit yang mampu untuk berpuasa.

Waktu Puasa
Allah berfirman,
وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّواْ الصِّيَامَ إِلَى الَّليْلِ
Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam. (QS al Baqarah: 187)

Ayat yang mulia ini menjelaskan awal dan akhir waktu puasa. Dimulai waktu puasa dari terbitnya fajar kedua yaitu cahaya yang membentang di ufuk dan berakhir dengan tenggelamnya matahari. Sebagian manusia bersegera dalam sahur, mulai puasa satu jam atau beberapa saat sebelum terbit fajar. Maka hal ini menyelisihi syariat dan berarti mereka berpuasa sebelum waktunya.

Hal yang perlu diperhatikan saat puasa
1.        Diantara sunah puasa yaitu:bersahur, mensegerakan berbuka, berbuka dengan ruthab / tamar / air, berdo’a saat buka.
2.        Hal-hal yang merusak puasa: jimak, keluar mani [Jika keluarnya mani karena mimpi maka puasanya tetap sah], makan dan minum secara sengaja, mengeluarkan darah dari tubuh, muntah secara sengaja
3.        Seorang yang berpuasa hendaknya tidak berlebihan dalam berkumur dan menghirup air kehidung saat wudhu karena dikhawatirkan hal tersebut menyebabkan air masuk ke tenggorokan. Rasulullah bersabda, berdalam-dalamlah dalam beistimsyak kecuali jika kalian dalam keadaan puasa [HR Abu Dawud (142), Tirmidzi (787), Nasai (87), Ibnu Majah (407)]. Seorang yang berpuasa hendaknya senantiasa menjaga pendengaran, penglihatan dan lisannya. Hendaknya menjauhi dusta, ghibah, mencela orang lain dan lainnya dari perbuatan dan perkataan keji dan kotor. Rasulullah bersabda,Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan yang kotor dan berperilaku dengannya maka Allah tidak membutuhkan mereka meninggalkan makanan dan minumannya [HR Bukhari (1903), dari hadist Abu Hurairah].

Mengqadha’ Puasa
Barangsiapa tidak berpuasa di bulan ramadhan karena udzur yang syar’i seperti sakit, safar, haidh, nifas, menyusui atau karena yang lainnya maka diwajibkan atas mereka menggantinya pada hari yang lainnya. Allah berfirman,
فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka ‎‎(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (QS al Baqarah: 184)

Disunnakan untuk bersegera dalam mengqadha agar terlepas dari tanggungan. Tidak boleh mengakhirkannya sampai masuk ramadhan berikutnya. Barangsiapa mengakhirkannya sampai masuk ramadhan berikutnya tanpa alasan yang dibenarkan maka selain wajib mengadha ia juga wajib membayar fidyah atasnya [Silahkan merujuk kitab Mulakhos fiqiyah 1/281-282 untuk pembahasan lebih lanjut masalah ini].

Fidyah
Ada sebagian orang yang tidak mampu berpuasa di bulan ramadhan dan tidak pula mampu mengqadhanya, maka bagi orang seperti ini wajib baginya fidyah, yaitu memberi makan fakir miskin pada setiap hari yang ditinggalkannya. Kadarnya yaitu setengah sha’ nabawi (sekitar 1.6 kg). Allah berfirman,
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. (al Baqarah: 184)

Termasuk golongan orang yang menjalankannya adalah orang yang sudah lanjut usia. Sebagaimana perkataan ibnu Abbas dalam menafsiri ayat diatas, yaitu laki-laki atau wanita yang lanjut usia, yang mana mereka tidak mampu melakukan puasa, maka mereka tiap harinya memberi makan orang miskin [HR Buhari 4505]. Orang yang sakit yang kemungkinan sembuhnya kecil dihukumi juga demikian, mereka cukup membayar fidyah.
 
Bagi seorang yang hamil dan menyusui yang meninggalkan puasa karena atas dirinya sendiri atau khawatir atas diri sendiri serta bayi/anaknya maka cukup qadha saja. Adapun jika khawatir akan bayi/anaknya saja maka wajib baginya mengqadha dan membayar fidyah [Pendapat ini yang dikuatkan syaikh Utsaimin, lihat penjelasan beliau panjang lebar di syarhul mumti’ (6/348-350)].



0 Komentar

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel